26 Apr 2018

Melihat Dieng dari Gunung Prau : Pendakian Via Patak Banteng


Pukul 9 pagi saya sudah bersiap menemui teman-teman rombongan di sekitar Terminal Wonosobo. Saya datang lebih awal ke Wonosobo dan menginap di rumah teman lama namanya Mardot. Kebetulan kami sudah 5 tahun tak berjumpa, jadi saya menyempatkan diri untuk berjumpa dengannya. Sebelum diantar ke Terminal, saya diajak berkeliling di sekitaran alun-alun Wonosobo. Sempat saya diajak oleh Mardot untuk minum es kelapa muda, tapi saya menolaknya karena takut teman rombongan saya nantinya datang lebih awal.

Setelah menolak, akhirnya saya hanya berkeliling saja lalu berangkat menuju titik temu. Dalam pendakian kali ini saya berangkat bersama 7 teman, 2 berangkat dari Jakarta Mas Adi dan Mba Eka, dan 4 berangkat dari Surabaya yaitu Mas Rifqy, Mas Eko, Mas Rendra dan Mba Fikha, dan 1 teman asli Dieng yaitu Mas Muhajir. Setelah menunggu beberapa menit, tiba-tiba mobil abu-abu berhenti. Saya melihat Mas Rifqy mulai turun dari mobil dan memanggil saya. Lalu sayapun menghampirinya, tiba-tiba teman yang lainnya saling mengulurkan tangan, menjabat tangan saya dan kami saling berkenalan. 

Setelah berkenalan, saya langsung berpamitan dengan Mardot. Saya masuk ke dalam mobil dan perjalanan baru dimulai. Sebelum menuju Base camp Patak Banteng, kami memutuskan untuk makan terlebih dahulu. Beberapa kali kami berhenti untuk mencari warung yang buka ternyata banyak warung yang tutup pada saat itu. Akhirnya semua memutuskan untuk langsung menuju Base Camp  dan makan di sana. 

Perjalanan semakin berkelok-kelok, saya sudah merasa mual karena bau bensin yang menyengat hingga menusuk hidung. Sesekali saya mencoba minum susu yang saya bawa sembari mendengarkan lagu dengan kencang, agar rasa mual itu hilang. Tapi nyatanya, aroma bensin makin menusuk hidung, dan saya makin tidak bisa menahan rasa mual itu. Setibanya di Base Camp, saya langsung lari ke kamar mandi dan memuntahkan isi perut, hingga perut saya terasa benar-benar kosong. Setelah itu barulah saya minum air putih dan makan keripik kentang. Teman-teman lainnya sudah mengambil makananya, saya hanya melihat sambil mengiyakan ajakan makan tersebut.

Sambil menunggu adzan dhuhur, beberapa dari kami mandi, ada yang sedang makan atau sekedar merebahan diri sejenak. Saya sedang duduk sambil mencium aroma minyak kayu putih. Setelah beberapa mulai berangkat untuk solat Jum’at,barulah saya mengambil nasi dan mencoba makan 3-5 sendok, karena perut masi terasa tidak enak dan kembung. Setelah saya paksa untuk makan, barulah saya minum vitamin agar tubuh segar kembali. 

Kira-kira jam 14:00 Wib, barulah kami mempacking ulang barang bawaan kami. Perlengkapan dicek satu persatu, setelah dirasa sudah rapih, barulah kami keluar dari warung sambil menunggu Mas Rifqy dan Mas Muhajir mendaftar ke Pos Pendakian. Setelah mendaftar, kami mengawali pendakian ini dengan berfoto di depan tulisan Patak Banteng. Setelah itu kami berdoa bersama, sebelum berangkat menuju Gunung Prau.

Dari kiri : Mas Rifqy, Mas Adi, Saya, Mba Fikha, Mba Eka, Mas Rendra dan Mas Eko 

Jalan menuju Gunung Prau via Patak Banteng ini bisa lewat dua jalur, ada jalur yang agak jauh namun landai, ada jalur pendek namun menanjak terus. Kami akhirnya memilih jalur yang jauh dan agak landai, sebelum berangkat Mba Eka dan Mas Muhajir pergi ke toko sayur dan membeli beberapa logistik untuk makan malam nanti. Setelah membeli barulah kami semua berjalan. 

Per-orang dikenai tarif sebesar Rp.10.000/hari, cukup menyerahkan data diri nama anggota dan leader, tidak perlu surat keterangan sehat
Via Patak Banteng bisa lewat 2 jalur, bisa milih lewat pemukiman penduduk yang jalurnya lebih landai namun agak lama, atau langsung memasuki kawasan perkebunan dan menanjak lewati tangga. 

Perjalanan baru dimulai pada pukul 14:30 Wib. Belum lima menit berjalan, kami bertemu dengan petani wortel, seorang nenek yang pulang dari memanen wortel. Mas Muhajir menyapanya, lalu meminta beberapa wortel, dan nenek tersebut dengan senang hati memberikan beberapa wortelnya kepada kami, untuk kami makan saat malam nanti. Setelah berbincang panjang lebar, akhirnya kami berpisah dengan nenek tersebut.

Mas Muhajir dan Petani Dieng
Saya mendapati pemandangan yang indah, melihat perkebunan kentang, wortel disetiap perjalanan pendakian Gunung Prau ini. Kira-kira sudah 20 menit kami berjalan, jalanan makin menanjak dan tidak ada bonus alias jalan mendatar. Cuaca saat itu sedang bersahabat tidak hujan dan cukup cerah. Tak terasa tibalah di Pos 1, pemandangan Dieng dari atas semakin terlihat, perkebunan yang luas dan subur memanjakan pandangan ini. 

Di Pos 1 saya beristirahat sebentar, mengatur nafas dan minum. Setelah cukup beristirahat, saya melanjutkan perjalanan lagi. Jarak dari Pos 1 ke Pos 2 menurut saya tidak terlalu jauh, tapi jalannya menanjak terus dan tidak ada bonus, jadi alangkah baiknya tetap mengatur nafas dengan baik.

Foto ini diambil di Pos 3

Saya sempat mendapati beberapa warung didirikan, dan juga disediakan kamar mandi. Warung yang didirikanpun menyediakan tempat duduk layaknya warung lesehan beserta gorengan yang sudah dihidangkan di piring dan juga beberapa potongan buah. Saya berjalan terus mengikuti Mba Fikha, kebetulan saya berada di urutan ketiga. Kira-kira sudah 1,5 jam saya berjalan, dan tibalah di Pos 3. Pos 3 ini disebut dengan Pos Cacingan, mungkin karena jalannya dilalui akar-akar pohon yang menyerupai cacing sehingga disebut sebagai Pos Cacingan.



Di Pos 3 ini saya duduk dan merebah sebentar sambil menunggu yang lainnya. Mas Rifqy, Mas Adi, Mas Eko dan Mba Eka masih di belakang. Saya, Mba Fikha, Mas Rendra dan Mas Muhajir sudah lebih dulu tiba. Sambil merebah, saya memutar lagu berjudul Stupid Ritmo milik Float, kira-kira begini liriknya 

Why don’t we just dream away
If that could make us stay ?
Why can’t we just dream away
We’re not real anyway

Saat formasi sudah lengkap, kami beristirahat sebentar. Beberapa dari kami mulai melempar canda agar tidak merasa bosan dan cepat capek. Setelah 15 menit berlalu kami melanjutkan perjalanan lagi. Jalan makin menanjak, tapi tidak membuat kami patah semangat karena pemandangan Dieng dari atas makin terlihat cantik. Rumah-rumah penduduk yang dikelilingi hamparan sawah dan perkebunan, sekaligus dari kejauhan terlihat asap Sikidang.




Beberapa kali kami berhenti dan mengabadikan pemandangan Dieng dari atas. Rasanya lelah cukup terbayarkan dengan pemandangan ini. Jam sudah menujukkan pukul 17:00 Wib. Kabut mulai menghampiri, dan jalanan mulai datar, itu tandanya kami sudah tiba di Pos 4. Tenda-tenda sebagian pendaki mulai didirikan, kami berjalan terus sampai menemukan lokasi yang tepat untuk mendirikan tenda. Aroma penggorengan mulai masuk ke hidung, beberapa pendakipun sudah mulai memasak untuk mengisi perut mereka.



Saya berjalan terus sambil memotret beberapa kabut disekitaran Pos 4. Mas Muhajir menunjuk tempat untuk mendirikan tenda yaitu di atas bukit. Sayapun bersama yang lainnya bergegas menghampiri. Setelah tiba di atas bukit, semuanya melepas kerilnya. Saya sibuk memotret beberapa pemandangan dan rona jingga di langit yang membentang. Sindoro sesekali terlihat dan sesekali tertutup kabut, sayapun tidak sempat mengabadikan Sindoro di Sore itu. 

Para lelaki sudah mengeluarkan tenda dan bersiap memasangnya. Sedangkan kami bertiga  yaitu Saya, Mba Eka dan Mba Fikha mengeluarkan pisau dan sayur-sayuran untuk dipotong dan dimasak malam ini. Menu malam ini sayur sop beserta lauk tahu tempe goreng dan sambal kecap. Setelah semua bahan telah dipersiapkan, saya mulai masuk ke dalam tenda dan menata tas lainnya sekaligus merapikan matras. 

Setelah itu bahan-bahan diangkut ke dalam tenda, dan kamipun mulai memasak di teras tenda. Angin di luar makin kencang udaranya semakin dingin, kami semua sudah masuk ke tenda masing-masing. Mas Rifqy dan Mas Adi kebagian memasak nasi dan menggoreng tahu tempe, sedangkan kami yang perempuan memasak sayur sup dan membuat sambal. 

Sekitar jam 19:30 Wib, masakan baru saja matang. Saya sudah bersiap untuk makan karena siang hari saya hanya makan 3-5 sendok saja. Mba Eka sudah tertidur pulas, akhirnya sayapun makan bersama Mba Fikha. Diselingi banyak obrolan, tak terasa kamipun kenyang. Sebelum tidur kami buang hajat terlebih dahulu. Udara di luar tenda semakin  terasa dingin,  dan saya keluar tenda tanpa mengenakan kaos kaki. Setelah buang hajat, kami kembali ke dalam tenda dan tidur. 

Malam itu saya belum bisa tidur, saya masih melihat video-video lucu dan tertawa dengan sendiri. Sekitar pukul 23:00 Wib, Mba Eka terbangun dan minta diantarkan untuk buang hajat. Saya keluar tenda dan melihat area sekitar tenda, kabut semakin pekat, dan lampu-lampu tenda pendaki lainnya terlihat samar.

Setelah mengantarkan, saya kembali menonton video sebentar. Karena mulai menguap sayapun berusaha untuk tidur. Saat tidur saya merasa kurang nyaman, kaki terasa dingin sekali, sesekali saya menggosokkan kaki ke sleeping bag, dan hasilnya sayapun tertidur. Di jam 2:00 Wib, saya sempat terbangun, angin di luar semakin kencang dan terasa gesekannya hingga ke dalam tenda. Sayapun sempat mendengar langkah kaki seseorang yang mengelilingi tenda. Saya tetap memejam mata agar kembali tertidur. 

Beberapa kali saya terbangun dari tidur karena udara makin dingin. Kaki saya mulai dingin sekali karena saya tidak mengenakan kaos kaki sama sekali. Sleeping bag rasanya kurang berfungsi dengan sempurna. Pagi sekitar jam 2:30 Wib saya sempat kebelet, tapi saya menahannya karena takut keluar sendiri. Entah benar atau salah, tiba-tiba suara resleting tenda seperti buka tutup itu semakin jelas, saya cuek saja dan berharap itu hanya imajinasi. Saya memasang earphone dan mulai mendegarkan lagu agar lupa dengan hal-hal yang aneh. 

Saya berusaha tidur dan memejam mata. Beberapa kali saya terbangun dan berharap sudah jam 5:00 Wib, tapi nyatanya jam masi menujukkan pukul 4:00 Wib. Tiba-tiba Mba Fikha dan Mba Eka sudah terbangun, saya akhirnya mengajak Mba Fikha untuk buang hajat sebelum pagi datang. Mata saya memandang ke sekitar dan kabutnya makin tebal. Di dalam tenda kami saling bercerita hingga tak terasa jam sudah menujukkan pukul 5:30 Wib.

Catatan :
* Tidak ada sumber mata air di area camp, pastikan persedian air tercukupi  ~ Perjalanan ini dilakukan pada 14 April 2018. 

20 komentar:

  1. Iki mas Pap lewat Semarang gak kabar-kabar....ahaha

    dulu pernah naik lewat jalur ini, cuman saat malam hari. Baru jalan 5 menit, anggota tim ada yang gumoh, wkwkw

    Jalurnya asik sih karena pendek, pendek banget malah, ahaha cuman kayaknya bikin jalurnya asal pendek, jadinya banyak tanjakan dengan tanah yang mudah tergerus oleh aktivitas kaki pendaki, terlebih saat di musim pendakian. Mungkin perlu dibuat memutar sedikit untuk menemukan tektur tanah yang lebih setrong. Musim hujan lebih asoy lagi...hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ngapunten mas, waktu terbatas hahaha. Kapan-kapan ketemu ya, bahas #Argopuro2020 😂

      Saya juga baru pertama kali naik Prau. Lewat Patak Banteng bikin kaget napas, karena sudah lama tidak naik gunung. Tapi setuju sama njenengan mas, treknya memang masih perlu diatur lagi, terutama tanjakan-tanjakan yang mendekati areal perkemahan, itu rawan longsor banget dan sangat licin kalau musim penghujan. Turunnya lewat Dieng, lumayan nyaman.

      Btw, Mol, fotoku di terakhir posenya kuyu sekali ya hahahaha

      Hapus
    2. Iya mas jalurnya pendek dan menanjak. Wah gumoh, mungkin masuk angin 😂😂

      Hapus
    3. Nah iya agendakan ngobrol pendakian 2020 Argopuro huahhaa

      Wkwkw maaf ya mas rifqy aku gak memperhatikan satu² 😂😂

      Hapus
  2. Untung banget ya posisi kita kesana ini cerah cerah manjah, jalanan pun untungnya enggak begitu licin.

    oiya, dari beberapa foto ini aku paling suka banget yang di tanjakan cacing-cacing, fotonya bener2 menggambarkan banget piye jalannya sama yang rumah penduduk Dieng dari atas, keliatan hijaauuuuuu banget. suka ! :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Woh mungkin klo licin aku sudah gatau gimana rupa²nya 😂😂

      Iya aku juga suka yg part pos 3 ini, Dieng bener² apik 😂😂

      Hapus
  3. Uh warna jingga di foto pertamane syahdu.
    Aku dadi pengen munggah gunung maneh :(
    Nglanggeran ae lah yok. Nggo pemula. :(

    Urusan buang hajat iki nek aku PR banget. Hahaha. Gak iso sembarangan soale aku

    BalasHapus
    Balasan
    1. Huahah nganenin too
      Ayo wes Ngelanggeran mas ? kapan hahaha ajak Mba Nana sekalian

      Ah aku mah bebas 😂 jenenge kebelet mso yo nunda wkwk

      Hapus
  4. Aku waktu itu cuma sampe pos 1 doang sih, soalnya nggak udah kesiangan plus nggak ada niatan buat ndaki, cuma maen maen doang. Hehehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha iya mas 😂 yah kalo deket main² cuma sampe pos 1 juga asik huhu apik Dieng dr atas

      Hapus
  5. Waaa pas awal mau berangkat aja kondisinya agak enggak fit :( alhamdulillahnya tetep sehat sampai pulang :))
    Besok lagi, jangan lupa bawa kaos kaki ya Lid wkwk kasiann dingiin. Oh ya, aku malah jadi bertanya-tanya siapa yang mainin resleting tenda. Wkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya itu gegara bau bensin mba, aku gampang mabok kalo bau bensin gt.

      Aha! Aslinya aku bawa mba, cuma gatau bahan kaos kakiku itu kok gak menghangatkan 😂

      Nah aku juga bertanya mba 😂 sakjane ngeri sih klo aku ingat, soalnya suara jelas terdengar

      Hapus
  6. Tetap saja aku malah fokus lihat sepatumu yang merah menyala, Mol buahahahhaha.
    Itu pas di jalan banyak belukar/akarnya kok apik yo

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wkwkw merah berapi-api, kamu mau pinjem sepatuku po mas ? hahahah

      iya mas itu di pos cacingan menarik

      Hapus
  7. wow, menarik sekali ya mbak.
    saya punya cita-cita buat naik gunung dari 2 tahun lalu belum terealisasi sama sekali.
    takut ini itu, takut ga kuat sampe puncak haha terlalu banyak yg ditakutin tp bener-bener makin penasaran.

    makasih udah sharing mbak, semoga tahun ini bisa terealisasi cita2nya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha jangan takut mba, bersugesti yang baik-baik aja. Semoga suatu hari nanti bisa kesampean naik gunung ya.

      Sama² mba :))

      Hapus
  8. Pos cacingnya bener-bener kayak cacing, unik.

    Jadi pengen mendaki lagi mas, abis baca ini, nikmati dinginnya malam di atas gunung.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya rambatan akarnya bagus mas.

      Semoga suatu hari kesampean naik lagi mas.

      Hapus
  9. Kasihan ya mbak eka belum makan

    BalasHapus

Terima Kasih Pembaca Mesra Berkelana

Tinggalkan komentarmu dan kita makin saling akrab ~