11 Mei 2018

Melihat Dieng dari Gunung Prau: Perjalanan turun via Dieng


Kira-kira jam 5:30 Wib saya keluar tenda dan melihat suasana di luar. Pagi yang masih berkabut dan matahari pun belum muncul, saya mendengar keramaian dan obrolan dari tenda sebelah. Mas Rifqy, Mba Fikha, Mas Eko dan Mas Rendra saling melempar canda dengan keras, tapi suara keras itu tetap membuat saya tertidur. 


Sebelum turun ke Dieng dari sebelah kiri : Mas Rifqy, Mas Muhajir, Mas Adi, Mba Eka, Saya, Mba Fikha, Mas Rendra dan Mas Eko

Baca juga http://www.mesraberkelana.com/2018/04/eiger-women-series-transeat-jacket.html

Jam 9:00 pagi saya terbangun, Mba Eka bilang kalau tidurku cukup lelap. Mungkin karena kecapean dan semalaman tidak bisa tidur. Saya pun bergegas keluar dan melihat pemandangan pagi pegunungan yang berjejer di depan. Dari kejauhan tampak banyak pendaki menantikan pemandangan Sindoro dari Gunung Prau ini, sesekali kabut pergi dari hadapan Sindoro lalu beberapa kemudian datang lagi hingga Sindoro betul-betul tertutup oleh awan. 
Pagi di Gunung Prau waktu itu memang cerah namun pemandangan deretan pegunungan itu tetap tertutup awan. Sayapun sejak awal menantikan deretan pegunungan yang cantik itu.  Sempat beberapa kali mengabadikan pemandangan Sindoro Sumbing, meski tidak total terlihat setidaknya pagi itu saya tetap mengucap syukur. 


Pemandangan pagi Gn. Sindoro yang tertutup awan

Kami semua bermain di luar tenda, tidak ada acara memasak ataupun membuat sarapan, sayapun akhirnya tidak sarapan hanya mengunyah good time dan coklat bar. 

Setelah puas berfoto dan menantikan awan hilang dari depan Sindoro, kami packing dan bersiap untuk kembali turun ke Dieng. Jam 11:00 kami mulai membereskan beberapa barang bawaan dan memastikan semuanya sudah terbawa dengan rapi. 





Jam 12:00 kami melingkar dan berdoa untuk melanjutkan perjalanan turun via Dieng. Perjalanan turun ini sangat menyenangkan, jalanan yang dilewati tidak menanjak atau menurun dengan curam. Kami harus melewati beberapa bukit yang terbentang luas dan jalan mendatar sehingga tidak membuat kami capek. 

Kira-kira tiba di Pos 3 barulah saya menemui jalanan menurun, dari Pos 3 ini sampai pos 1 jalanan akan terus menurun, hal ini membuat lutut saya gemetaran didukung sayapun belum sarapan dan hanya makan coklat bar

Dari serangkaian pendakian, jalan menurun dan pulang adalah yang paling ditunggu-tunggu. Tiba di Pos 2 pun kami masih tertawa-tawa sambil bermain kuis yang dipimpin oleh Mas Eko. Di beberapa kali pemberhentian kami yang tentunya sangat lapar masih bisa bercanda, mulai dari candaan “ Ingin Menikah” sampai “Kapan ke mana lagi ?’’. 

Karena terlalu lama bercanda, pada akhirnya kami pun diam satu persatu. Jalan kami mulai terseok-seok dan sesekali tidak fokus. Saya pun tetap berusaha berjalan dan bersemangat agar cepat sampai ke homestay. Biasanya untuk melupakan rasa capek, saya selalu membiasakan diri mendegarkan musik saat sedang melakukan pendakian, beberapa putaran musik membuat saya bersemangat sekaligus melupakan rasa lapar. 

Playlist lagu-lagu Float menjadi pilihan saya, saat sedang melakukan pendakian. Menurut saya mendengarkan musik saat mendaki membuat saya semakin rileks dan tentunya tidak terlalu banyak ngobrol yang menjadi cepat haus. 


Lewat sudah 3 hari tuk selamanya
Dan kekal-lah detik-detik di dalamnya 


Setelah berjalan jauh tak terasa pos 1 sudah di depan. Kamipun memutuskan untuk berhenti sejenak, banyak pendaki yang baru memulai untuk naik. Saya mengamati wajahnya satu persatu. Ada satu yang mulai kelelehan hingga dia dituntun pelan-pelan oleh kawannya. 

Setelah agak sepi, kami melanjutkan perjalanan lagi sampai akhirnya saya meninggalkan yang lainnya. Pos 1 sudah mulai tampak, Mas Riqfy sudah berjalan tepat di belakang saya. Lalu saya pun bertanya “ Loh Mas, yang lain mana ? masih jauh mereka ? ” Mas Rifqy menjawab “ Mereka masi makan carica, tadi habis metik ”. Karena mereka masih di belakang sayapun memutuskan untuk beristirahat sebentar, sambil menunggu yang lain. 

Setelah beberapa berkumpul saya lanjut berjalan melewati hamparan perkebunan Dieng. Saya selalu suka melihat petani-petani yang sedang menanam atau sedang menebar pupuk. Bau pupuk kandang ini makin menyengat dan dibarengi panas matahari juga lebih menyengat. Saya berjalan menurun terus sampai akhirnya tibalah di gardu “ Selamat Datang di Pos Pendakian Jalur Dieng ”. 

Beberapa teman yang lain belum sampai, dan akhirnya sayapun duduk sambil melepaskan keril. Saat yang lainnya sudah datang, sebelum berangkat ke homestay kami sempat berfoto terlebih dahulu di bawah tulisan “ Selamat Datang di Pos Pendakian Jalur Dieng”. Setelah puas berfoto, kamipun melanjutkan perjalanan lagi menuju homestay. 


Kami memesan homestay yang jaraknya dekat dengan Candi Arjuna. Apabila kalian ingin melakukan pendakian Gn. Prau, homestay dekat Candi Arjuna ini bisa menjadi pilihan untuk beristirahat setelah melakukan pendakian. Info penginapan homestay maupun paket perjalanan Dieng atau sewa mobil bisa hubungi via Instagram @penginapandiengmurah atau Tlp/WA (082243727787 - Mas Muhajir). 


Berjalan dari pos pendakian jalur Dieng menuju homestay tidaklah terlalu jauh, kami lewat jalanan setapak dan rumah penduduk, sempat juga lewat ladang. Dibutuhkan waktu sekitar 20 menit untuk sampai menuju homestay dari Pos Pendakian Jalur Dieng. Kami berjalan terus sampai akhirnya dipertigaan Indomaret, kami mengambil arah ke Candi Arjuno. 

Di sebelah kiri jalan banyak yang menjual aneka makanan, di sisi kanannya banyak homestay-homestay yang disewakan dengan harga yang relatif murah. Pukul 3:20 kamipun akhirnya tiba di Homestay Kalitus. Saya lalu masuk meletakkan keril dan merebah di kasur. 

Saat sore hari setelah semuanya sudah mandi, akhirnya kami mencari makanan setelah setengah hari perut kami belum terisi nasi sama sekali. Kami memutuskan untuk makan di dekat homestay. Mas Muhajir mengajak kami makan di warung dekat homestay, rasa penasaran sayapun muncul pada rasa Mie Ongklok. Sejak di alun-alun Wonosobo, saya sudah penasaran dengan rasa Mie Ongklok maupun Purwaceng. Akhirnya sayapun memesan keduanya. 

Kedua pesanan datang dan saya pun mencoba. Mie Ongklok ini kuahnya seperti kuah papeda, agak kental dan seperti dicampur dengan tepung kanji, tapi saya belum tau persis kira-kira bahan kuah Mie Ongklok ini apa tepatnya. Sudah saya duga rasanya akan manis, bagi yang tidak suka manis bisa dicampur dengan sambal atau tambahkan garam saja. Untuk susu purwacengnya, saya terlalu berekspetasi tinggi kalau susunya menggunakan susu murni, ternyata waktu saya coba rasanya seperti susu kental sachet. Mungkin kalau susunya menggunakan susu murni asli tentu rasanya lebih enak dipadu dengan rempahnya. 

Setelah makan bersama, kami kembali ke homestay. Dilanjutkan dengan menonton tv di ruang tamu  sambil mendiskusikan perjalanan untuk keesokan harinya.

Catatan : Perjalanan ini dilakukan pada 13-15 April 2018. 
Pendakian Via Patak Banteng menuju Dieng

9 komentar:

  1. Aku pernah nyasar dan terpisah dengan rombongan semalaman. Jalur ini meskipun landai, tapi banyak jalan setapaknya. Terlebih mendaki malam hari,kemungkinan nyasarnya lebih tinggi. Hiks

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kamu memang lewat jalur apa Mba ? kemarin aku berangkat lewat Patak Banteng jadi lebih ke menanjak sih ga begitu setapak. Cuma mungkin klo jalannya malem lebih terasa capek

      Hapus
  2. Waduh, jadi turun gunung ini nggak sarapan to....kalo aku pasti udah lemes heheee...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Huhahah sama aku juga mas, bakalan sayu-sayu :3

      Hapus
  3. Piye rasane purwaceng, Mol? wkwkwkw
    Pas ke Dieng aku juga nyobain Mi Ongklok, tapi katanya lebih enak kalo langsung ke Wonosobo. Ke tempat aslinya. :)
    Eh mantep banget iso makan Carica yang belom diolah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yo enak sakjane mas wkwk cuma kurang nendang gegara susunya bukan susu sapi asli :( sepertinya sachet. Nah kuwi tempat aslinya di mana ya ? aku jadi pengen

      Hapus
  4. seru banget ya hikking gini, walau aku belum pernah punya pengalaman kayak gini. aku langsung kebayang perlengkapan apa saja yang perlu dibawa :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Huhaha nyoba Koh kapan2 yang rendah2 dulu, sekiranya bisa sekali jalan lalu turun :D Menurutku packing perlengkapan gunung paling asik

      Hapus
  5. pemandangan bukitnya benar-benar sangat indah..

    BalasHapus

Terima Kasih Pembaca Mesra Berkelana

Tinggalkan komentarmu dan kita makin saling akrab ~