23 Des 2019

Seminggu Keliling Pulau Bawean

Hello Bawean
Sebenernya ini perjalanan yang udah lumayan lama aku lakukan. Karena masih sibuk dan males nulis akhirnya ya gak ketulis-tulis. Jadilah hari ini aku bakalan cerita “ Seminggu Keliling Pulau Bawean” . 

Kemarin sempet bikin question box di Instagram tentang apa aja nih yang perlu aku share saat trip ke Pulau Bawean. Mereka sih pada tanya kayak penginapan gimana? Transportasi dll. 

Okelah aku akan bercerita. 

Karena posisi ku saat itu sedang di Yogyakarta, jadilah aku harus berangkat dulu ke Surabaya. Tiba di Surabaya, aku harus pergi ke Gresik. Dari Stasiun Gubeng, aku memutuskan untuk naik Grab saja, karena lebih singkat dan waktu itu kami ( aku, Jun dan Sidah) tiba di Surabaya saat dini hari. Cara lainnya kalo misal dari Terminal Bungurasih, kalian bisa naik bis menuju Gresik. Apabila dari Bandara Juanda, kalian bisa naik Bis Damri terlebih dahulu menuju Terminal Bungurasih. 

Sebelumnya kami sudah dipesankan tiket kapal dari Pelabuhan Gresik menuju ke Pelabuhan Bawean oleh Mamanya Jun. Jadi kami semua tak perlu khawatir. Tapi sekarang booking tiket kapal sudah bisa online lho. 

Baca tulisan berikut :




Karena waktu itu ombak lagi tinggi sekali, maka jadwal kapal pun menjadi tidak sesuai. Aku harus nunggu cuaca aman kira-kira 3 harian. Saat sudah pasti pun, kapal tiba-tiba ya gak jadi berangkat karena cuaca buruk lagi. Akhirnya kami semua kembali ke rumah kakaknya Jun untuk menginap semalam lagi. 

Hari Pertama 

Tiba di Pulau Bawean rasanya senang sekali. Aku langsung lihatin air laut yang jernihnya minta ampu. Ya maklum aku masih gak percaya sih, meski Pulau Bawean ini wilayah administrasinya ikut Gresik. Tapi dia beda sekali dengan Gresik haha. Saat kapal bersandar di dermaga, aku lihat daratan yang diselimuti sama pepohonan yang rimbung. Kalo kata Ce Ima kayak “ The Lost World “ . 
Matahari tenggelam di depan rumah tantenya Jun
Pulang dari mengambil ikan di Nyior-Nyior

Kami semua dijemput dengan sanak saudaranya Jun. Jadilah aku di sana tidak menginap di hotel. Tapi tenang, di sana penginapan juga tersedia kok. Kalian bisa menginap di wilayah Sangkapura yang letaknya dekat dari Pelabuhan Bawean. Ada beberapa home stay juga menyediakan persewaan sepeda motor. Jadi tak perlu khawatir lagi. Apabila senang bersepeda, ya bawa sepeda lipat saja. Karena jalanan di Bawean asik sekali dan tidak ada lampu lalu lintas.

Hari pertama aku hanya istirahat saja dan saat sore kami semua melihat matahari terbenam di dekat perkampungan nelayan. 

Hari Kedua 

Pagi-pagi kami semua pergi ke kampung nelayan di daerah Dedawang. Nama kampungnya ini disebut dengan Kampung Nyior-Nyior. Aku melihat aktifitas para nelayan, mereka sedang merapatkan kapal ke daratan. Ibu-ibu pun langsung menghampiri suaminya untuk mengambil jatah ikan yang nantinya akan dimasak. Sebagian ikan ada yang dijual ke pasar dan sebagian lainnya dibeli oleh orang yang memang bukan bekerja sebagai nelayan. 

Hasil Melaut
Ikan yang banyak

Setiap bulan panen di lautan bermacam-macam tergantung musimnya apa misal musim Pindang, Kerapu dll. Waktu bulan Juli kemarin saat aku ke sana, para nelayan lagi banyak-banyaknya dapat ikan pindang. Jadi setiap hari aku pun makan ikan bakar. 

Kira-kira jam 10 aku bersiap untuk berangkat menuju Tanjung Ga’ang. Kami berangkat ke Tanjung Ga’ang rame-rame. Apabila ingin ke Tanjung Ga’ang usahakan menggunakan sepeda motor saja, karena aku pun harus melewati hutan-hutan yang banyak batu marmernya. Konon katanya sih dulu lokasi tersebut pernah jadi tempat pabrik marmer. Jalananya naik turun masuk ke hutan-hutan. Meski jalan di siang bolong, bagiku panasnya tidak keterlaluan seperti di Surabaya haha. 

Motor kami parkir sembarangan saja. Tidak ada tukang parkir dan masuk pun tanpa karcis. Tapi aku sarankan kalo ke Tanjung Ga’ang ini jangan sampe terlalu sore ya, karena jalanan hutannya tidak ada lampu. 


Tanjung Ga'ang


Tiba di Tanjung Ga’ang, aku harus menaiki batu-batuan sampe ke atas agar bisa melihat lautan lepas dan jernihnya air laut. Karena batu-batuannya lancip, disarankan jangan menggunakan sandal yang tipis karena berbahaya. 




Selesai dari Tanjung Ga’ang, kami langsung berangkat lagi menuju tempat penangkaran Rusa Bawean yang letaknya di dekat Gunung Sabu, Bawean. Petunjuk menuju penangkaran Rusa Bawean ini cukup jelas kok, tinggal ikuti alur saja dan maps. Aku pun memperhatikan papan hijau penunjuk jalan. Tidak ada karcis, aku bisa lihat rusa secara leluasa tentunya dari luar pagar, karena rusa-rusa ini memang sangat takut sekali dengan manusia. Untunglah waktu itu aku datang saat jam makan. Jadilah aku sempat bertemu dengan pengurus rusa-rusa itu dan aku pun diperbolehkan masuk ke dalam kandang. 

Hari Ketiga 

Seperti biasa agenda kami setiap pagi adalah pergi ke kampung nelayan. Agak siangan kami semua sepakat untuk berangkat ke Danau Kastoba. 

Aku sangat menyarankan sebaiknya menggunakan sepeda motor saja, apabila ingin mudah dan cepat. Karena menurutku kalau pake mobil itu susah masuk ke beberapa jalanan, karena jalanannya memang tidak terlalu besar. 

Dari Dedawang kami menuju ke Danau Kastoba yang letaknya di Sangkapura. Danau Kastoba ini letaknya di dalam hutan. Jadilah kami harus trekking dulu kira-kira setengah jam untuk bisa sampai ke Danau Kastoba. Danau Kastoba merupakan danau vulkanik, karena pulau Bawean dahulunya adalah gunung berapi purba yang sekarang telah mati dan kawahnya membentuk sebuah danau. Danau itulah yang kini dikenal sebagai danau Kastoba. 

Danau Kastoba
Konon ceritanya dahulu ada pohon besar yang tumbuh di tengah pulau. Daun dari pohon tersebut dapat menyembuhkan kebutaan. Pohon tersebut dijaga oleh seorang raksasa yang berteman dengan seekor burung gagak. Raksasa berkata kepada burung gagak bahwa mereka berdua harus merahasiakan khasiat daun pohon tersebut. Suatu ketika burung gagak mengingkari janjinya, dia menceritakan kepada manusia bahwa ada pohon yang daunnya dapat menyembuhkan kebutaan. Karena cerita dari burung gagak tersebut banyak manusia yang mengambil daun dari pohon itu sehingga membuat raksasa marah. Karena kemarahan raksasa tersebut akhirnya dia mencabut pohon tersebut dan melemparkannya ke laut. Kini, bekas cabutan pohon tersebut berubah menjadi danau kastoba dan pohon yang dilempar ke laut menjadi pulau Cina. Raksasa juga mengusir burung gagak dari pulau Bawean, itulah sebabnya hingga saat ini tidak ada burung gagak di pulau Bawean. 


Suasana di Danau Kastoba ini dingin dan sejuk. Kami semua menikmati dengan santuy. Oiya di sini tidak ada toilet sama sekali. Cuma ada pondokan kecil untuk duduk-duduk. 


Setelah dari Danau Kastoba, kami menuju ke Air Terjun Laccar. 

Air Terjun Laccar merupakan air terjun tertinggi di Pulau Bawean, ketinggiannya kurang lebih mencapai 25 meter. Air terjun laccar letaknya di Desa Teluk Dalem, Kecamatan Sangkapura. Mata air yang mengalir di air terjun laccar ini cukup dipengaruhi oleh musim. Apabila musim kemarau debit air yang dikeluarkan tidak begitu banyak dibanding pada saat musim hujan. 


Akses menuju air terjun Laccar ini cukup mudah, tinggal ikuti papan petunjuk yang dipasang di jalanan. Jangan lupa bawa perbekalan sendiri, karena di dalam air terjun tidak ada orang berjualan makanan atau minuman. Agar sampai ke area air terjun, aku harus berjalan kaki sejauh 500 meter, lalu melewati hutan dan batu-batuan dari batu kecil hingga batu besar. Aku juga harus lebih berhati-hati saat melewati batu-batuan karena sangat licin. Sempet jatuh juga sih terpeleset haha. 


Pemandangan tembok batu-batuan yang dikelilingi hutan serta tingginya air terjun menjadi satu frame yang apik. Udaranya yang sejuk dan airnya yang segar sekali, akupun betah lama-lama duduk di sini. 

Cukup segini dulu aja dulu hari berikutnya akan aku tulis di postingan selanjutnya. 

Catatan : 
Beberapa Rekomendasi Penginapan 
Hotel Miranda Bawean : Jl. Umar Mas'ud, Sawah Mulya, Sangkapura. Telp : 0812-1740-6743
Fatin Motel : Jl. Dermaga Sungai Tik, Sangkapura,. Telp : 0812-5261-4664



5 Des 2019

Ke Ipoh Nyobain Sar Kok Liew

Stasiun Ipoh

Berbekal tekad dan keteguhan hati, akhirnya saya memutuskan untuk pergi ke Ipoh dan keretaan dari Penang hanya untuk mencoba Sar Kek Liew. Kedengarannya cukup aneh memang, tapi apa daya mumpung bisa ke Ipoh to. Aslinya saya punya beberapa list makanan yang harus dicoba pas di Ipoh. Tapi karena sifat mageran saya mulai muncul, jadilah saya hanya mencoba 2-3 makanan saja di Ipoh. Belum lagi waktu saya terbatas, yang harusnya mau 2 malam berubah pikiran jadi semalam saja. 

Dari Pulau Penang kira-kira jam 5 pagi saya jalan kaki dari hostel menuju pelabuhan Butterworth. Pagi itu saya harus jalan kaki sekiloan lah, tapi tak apa daripada ketinggalan kereta. Sebelumnya saya niat naik Grab saja sih atau bus saja. Berhubung terlalu pagi, bus waktu itu belum ada yang lewat. Naik Grab juga takut, ya mending jalan kaki saja. Aku tatag jalan kaki sambal menunduk dan mendengarkan music. 

Saya buru-buru jalan ke pelabuhan. Udara pagi menusuk rasanya, sinus saya lagi-lagi kambuh. Saya ngomong dalem hati “ pokoknya habis ini tidur di kereta, bersabar lah Mol “. 

Pelabuhan di Pulau Penang

Tiba di pelabuhan penyebrangan, saya mengikuti petunjuk menuju ke ruang tunggu. Seperti info yang saya dapat, penyebrangan dari Pulau Penang ke Daratan Malaysia ini tidak dipungut biaya alias gratis. Benar saja, tiba di sana saya langsung membaca beberapa tulisan dan juga ada layar yang menunjukkan bahwa penyebrangan kapal baru tersedia pukul 6:30 pagi. Lagi-lagi saya harus nunggu 40 menitan.

Penang masih gelap gulita. Di Pelabuhan waktu itu hanya ada saya dan 3 penumpang yakni 2 orang anak perempuan dan ibunya. Jam 6:30 kapal datang on time, saya sempet gugup juga sih kalo misal telat, takut ditinggal kereta juga sih haha

Tiba di Pangkalan Tun Abdul Razak, saya langsung berjalan mengikuti papan petunjuk. Jadi saya masuk ke dalam mall gitu sampe keluar dari mall akhirnya saya melihat tulisan KTM Butterworth. Setelah itu saya naik lift ke lantai 2 dan sampailah di stasiunnya. Saya langsung bergegas ngeprint tiket kereta. Oiya, sebelumnya saya pesen tiket ini lewat Easybook.com pesen di sana gampang banget dan bener-bener memudahkan. 

Jam 7 tepat saya sudah di stasiun dan sudah ngeprint tiket. Ya 30 menitan lagi kereta saya baru berangkat. Di atas ada beberapa finding machine jadi kalo misal lupa beli minuman bisa beli di situ atau beli di toko yang tersedia. 

Pas diberitahu waktunya check ini, saya langsung menuju ke petugas dan menyerahkan tiket. Oiya gak perlu juga kasih tunjuk paspor kok, cukup tiket saja. Saya langsung menuju ke bawah dan naik kereta. Oiya pastikan kalian ada di jalur yang benar ya. Lihat-lihat lagi tiketnya kereta nomor berapa dan ada di jalur berapa. 

Kalo saya lihat di tiket sih, saya tiba di Ipoh pukul 9 pagi. Pukul 9 pagi tepat saya sudah sampai di Ipoh. Saya langsung keluar dari stasiun dan foto-foto di depan stasiun Ipoh. Ipoh ini kotanya sepi, tenang dan nyaman. Tapi sayangnya rute transportasi umumnya tidak lengkap. Malahan mending naik Grab saja, ya meski harus keluar budget lebih banyak sih, apalagi kalo pergi sendiri. Tarif Grab itu dimulai dari RM 5. Jadi ya hitung-hitung saja kalo kemana-mana bakal habis berapa. Opsi lain sih naik sepeda, jadi download aja aplikasinya di playstore atau app store, bayarnya pake kartu kredit.

Saat di kapal

Karena penginapan saya jauh dari mana-mana makanya saya milih naik Grab saja atau jalan kaki. Beberapa kali saya jalan kaki lalu balik ke hostelnya baru naik Grab. Lumayan jatuhnya gak capek-capek amat. Jujur saya menyarankan sih cari penginapan yang dekat dengan stasiun aja, soalnya di deket stasiun situ deket juga dengan pusat wisata di Ipoh. Pusat wisatanya ini namanya Concubine Lane, ya Chinatownya Ipoh gitu. Tapi menurutku gak yang rame dan bakal berdesak-desakan kok. 

Ipoh dengan bangunan tuanya

Singkat cerita, setelah berfoto dan jalan-jalan disekitar Stasiun Ipoh saya langsung berangkat menuju Big Tree Food, tujuan saya ke sana hanya satu yakni pengen nyobain Sar Kek Liew. 

Apa sih Sar Kok Liew ?

Sar Kok Liew ini sebuah gorengan yang terbuat dari bengkoang. Tapi jujur aku gak menyangka kalo dia ini terbuat dari bengkoang lho. Meski terbuat dari bengkoang, si gorengan ini masih punya rasa gurih asin dan ada manis-manisnya. Lebih aneh lagi pas ku makan pake laksa, rasanya tetep enak lho. Saya gabisa mendeskripsikan apa-apa lagi sih, karena emang meski dia terbuat dari bengkoang, ya kayak gak ada bengkoang-bengkoangnya. Eh tapi kalian jangan membayangkan kayak bengkoang ditepungi terus digoreng lho. Sungguh bukan itu. 

Laksa yang seger banget kuahnya dan Sar Kok Liew

Awalnya pas nyampe di tempat makan ini ku agak ragu, karena ga ada tulisan halal. Tapi pas masuk daku langsung disamperin sama yang punya warung. Lalu ditunjukkan ini yang halal, tapi tetep ada menu babinya sih. Ya kalo kayak gini urusan keyakinan aja lah ya.  Saya pesen laksa dan 2 gorengan, keseluruhan totalnya RM 5. Minumnya saya pesen Milo harganya RM 2.  Di deretan Big Tree ini banyak jual makanan kok, ya tinggal pilih aja. Oiya pas cobain laksa, rasanya sih B aja. 

Setelah puas makan, akhirnya saja memutuskan untuk kembali dan cari makanan yang lain. Saya memilih untuk berjalan kaki saja. Ipoh lagi panas-panasnya dan saya berusaha menikmati. Tiba di mural street, saya hanya melihat dari kejauhan saja. Hasilnya si mural streetnya sepi dan gak ada turis dong haha.  Sungguh sepi sekali Ipoh ini haha. Tapi jujur di Ipoh ini saya bener-bener menemukan ketenangan. Kalo yang pengen menyendiri dan menikmati sepi cocok lah ke Ipoh dan jangan lupa makan Sar Kok Liew.