8 Jan 2021

Jalan Santai Ke Gunung Api Purba Ngelanggeran



Aslinya rencana jalan santai ke Gunung Api Purba ini super mendadak. Awalnya saya minta kado ulang tahun dari Jun pergi naik Andong saja, tapi karena Desember memang bulan musim hujan, jadilah pergi ke Gunung Api Purba. Jujur saya tipikal jarang punya ekspetasi tinggi untuk sebuah destinasi. Jadi ya saya gak kecewa-kecewa amat kalau nantinya zonk. 

Seperti biasa kami bangun terlalu siang, harusnya sih pengen mulai jalan jam 6 pagi. Tapi, karena kesiangan akhirnya ya berangkat jam set 8 pagi. Kami menuju Gunung Api Purba menggunakan sepeda motor, kami melakukan perjalanan sekitar 1 jam saya. Memang sedekat itu kalau misal berangkat dari Kota Jogja. Karena gak sempat sarapan, di tengah perjalanan, saya menghabiskan Cinnamon Rolls yang semalam saya beli di Starbuck. Rutenya gampang banget, tinggal ikuti arahan google maps. Karena saya pake petunjuk sepeda motor, jadilah saya sempat masuk ke hutan dan perkampungan warga gitu. 

Tiba di perkampungan warga, kami berdua berhenti sejenak untuk isi bahan bakar dan membeli jajanan di sebuah warung. Sudah beli-beli jajan, perjalanan kami lanjutkan lagi. Gak sampe 15 menit, kami sudah tiba di loket Gunung Api Purba. Tinggal di Jogja 3 tahun, saya belum pernah sama sekali naik Gunung Api Purba. Ya karena belum ada waktu aja haha.

Waktu nyampe di lokasi, kami berdua bingung. Kok sepi ya, wah asik nih berarti ga ada orang naik gitu. Yasuda, kami langsung menuju loket untuk membayar tiket masuk. Di sini sebetulnya sudah bisa bayar pake dompet digital, tapi lagi-lagi karena petugasnya yang melayani saya belum bisa alias gatau caranya, jadilah saya bayar cash saja. Kemarin sih untuk 2 orang dan parkir motor, kami kena tarif 22.000. Jadi, 10.000 per-orang dan tarif parkirnya 2000 saja. Setelah selesai membayar, kami berdua langsung menuju pintu masuk dan langsung jalan santai. 

Awal masuk, kami berjalan menaiki tangga-tangga, jalanannya sesekali datar, dan sesekali masuk sempit-sempitan lewati batu besar haha. Sebenernya seru sih, cuma ternyata di sini banyak nyamuknya, jadi saran saya jangan lupa bawa lotion nyamuk. Oiya, saat ke sini kondisi tanahnya licin sekali, karena memang lagi  musim hujan, jadi harus berhati-hati.






Jalan santai menuju puncak ini butuh waktu kira-kira 1 jam saja kalau sama turunnya ya kurang dari 2 jam saja. Waktu tiba di pos kedua, saya kaget karena ternyata pendakian ini tidak sepi-sepi amat. Ada beberapa  gerombolan orang juga naik sampai ke puncak, ya kalo dihitung-hitung ada 10 orang lah ya. Saat menuju puncak di perjalanan terakhir saya harus menaiki tangga kayu, tangganya gak sempat saya foto soalnya buru-buru naik haha. 

Oiya karena licin banget, Jun sempat berdiri di sebuah bukit gitu dan hasilnya pas dia turun, akhirnya dia terpeleset. Aku tertawa dibalik masker haha, dia langsung berdiri dan mangkel dengan sendirinya. Sepanjang perjalanan Jun mangkel dengan sendirinya, karena banyak nyamuk, licin dan tentunya hutannya ini gak dingin justru malah panas suasananya. 

Tiba di puncak saya cepat-cepat memotret pemandangan di sekitar. Gak lama-lama, karena ternyata banyak orang. Emang sih banyak orang versi perjalanan covid dan gak covid terasa bedanya. Dulu 10 orang itu terasa dikit, tapi karena sekarang lagi Covid, jadilah saya horor sedikit. Saya berusaha menjauh dari orang-orang, cuek juga karena males dimintai tolong foto-foto haha. 

Jun masih dengan posisi kesal dan gak mau mengulang lagi ke sini haha, saya juga sebel sih karena emang panas banget. Padahal ini musim hujan lho dan sehabis hujan, kayak gak ada dingin-dingin dikitnya gitu. Setelah selesai foto-foto di atas dan tidak selfie berdua juga, karena lagi-lagi kami pengen cepet turun dan mengakhiri perjalanan ini.

Karena licin banget,  ini juga jadi kehati-hatian saya buat berjalan turun. Duh saya itu suka naik gunung, tapi emang gak jago kalo disuruh turun, kayak takut terpeleset gituloh. Jadilah kemarin hati-hati banget. Sepanjang perjalanan turun, biar gak sama-sama badmood, akhirnya Jun cerita materi-materi diklat waktu dia gabung di Majapala, mulai dari teknik berjalan yang benar, tumbuhan apa yang bisa dimakan di alam bebas dan masih banyak lagi. 




Oiya jalanan naik dan turun di Gunung Api Purba ini bedaloh rutenya, jadi kalau sudah sebel sama jalur berangkatnya, nanti gausa sebel lagi sama jalur turunnya. Soalnya turun ini lebih slow gitu jalanannya. Kami berhenti beberapa kali untuk tarik nafas sebentar dan berjalan lagi sampe berjumpa dengan rumah penduduk. Kalau sudah kelihatan halaman rumah penduduk, itu artinya kalian sudah sampai dan siap jalan ke parkiran. Oiya dari halaman rumah penduduk menuju tempat parkir itu, kami harus berjalan kira-kira 500 meter. Jadi jangan senang dulu haha

Setelah berjalan, kami menyempatkan untuk cuci tangan di tempat yang sudah disediakan. Sayangnya menurutku tempat cucinya ini belum siap sempurna gitu, karena sabunnya terlalu banyak air gitu dan tempatnya kurang bersih. Saranku sih, kalau mau pergi di masa covid gini, jangan lupa bawa sabun cuci tangan sendiri saja yang kecil, lalu tetap bawa hand sanitizer juga ya. 


(Perjalanan dilakukan tanggal 11 Desember 2020)


3 komentar:

  1. Memang benar, jangan pernah berekspektasi apa pun setiap melakukan perjalanan, termasuk mendaki :D

    Dua kali aku ke Nglanggeran, pertama pas acara eksplor desa wisata dan kedua pas mampir ke rumah salah satu pengelola dan kini ada pawon purbanya. Belum pernah sih mendaki. Ya belum berminat aja :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nanti kalau mau ke sana berkabar, mas. Biar aku ikut buahahahha. Mengenang dulu pas subuh-subuh ke Kampung Pite

      Hapus
    2. Haha iya mas dah lah yg penting berangkat dulu dan selamat, urusan bagus ap engga ya terserah nanti wkwk loh kamu malah sudah mampir ke sana gitu mas meski blm naik 😬

      Hapus

Terima Kasih Pembaca Mesra Berkelana

Tinggalkan komentarmu dan kita makin saling akrab ~