Sudah
lama saya (Jun) tidak melakukan perjalanan dengan bapak, kebanyakan dengan
Lidia. Kalau sama anak orang saja bisa, kenapa dengan bapak sendiri tidak bisa?
Akhirnya
kesempatan itu datang. Awal bulan Juli 2018 ini, bapak saya masih libur dan
saya sedang tidak ada kegiatan apapun selain tidur, akhirnya kami berencana
untuk road trip (lazim dikenal sebagai istilah touring) menggunakan kendaraan
roda 2, Honda Vario 125. Sebenarnya ini bukan kali pertama saya touring berdua
dengan bapak, sebelumnya kami juga pernah touring dengan rute Gresik - Kelud –
Blitar – Malang – Gresik. Touring pertama dirasa sukses, kami sepakat untuk
touring melalui rute yang lebih panjang.
|
Taman Nasional Baluran |
Tanggal
3 Juli 2018, tepat seusai sholat subuh ketika fajar menyingsing begitu syahdu,
kami sudah selesai mandi dan sarapan. Setelah sarapan kami cek kembali barang
bawaan, karena takut ada yang ketinggalan, termasuk baterai kamera kesayangan,
gak lucu dong kalau sudah sampai tujuan tapi baterai kamera kosong. Setelah
semua dirasa lengkap, sekitar pukul 6 lebih 20 menit kami gas motor menuju arah
timur.
|
menuju timur |
Target
kami, sebelum pukul 9 sudah menyentuh Pasuruan atau setidaknya sudah lepas
Porong, mengingat pada jam kerja jalanan akan sangat padat. Beruntung, Gresik –
Sidoarjo hanya kami tempuh dalam waktu tidak sampai 2 jam saja, sekitar pukul 8
kami sudah tiba di Sidoarjo dan berhenti untuk membeli kopi kotak karena ribet
kalau harus nyari coffee shop dulu, bisa-bisa gak jadi ke Baluran.
Lanjut
melintasi Kabupaten Sidoarjo menuju arah Bangil, melewati jalanan Porong yang
ditambal sana sini, tidak rata, membuat pantat cepat sakit dan mulai agak
panas. Setelah sampai Bangil, kami tidak istirahat dan langsung gas menuju
Probolinggo. Jalanan Pasuruan – Probolinggo ini juga penuh jalan tambal, tidak
rata, hati-hati untuk kalian yang berencana melintas disini, pelan-pelan saja,
yang penting selamat. Sampai di Nguling (bukan rumah makan rawon) sekitar pukul
8.45, kami mengisi bahan bakar sambil beristirahat sejenak.
|
Istirahat 15 menit di salahsatu Pom Bensin di Nguling |
Setelah
beristirahat 15 menit, tepat jam 9 kami melanjutkan perjalanan menuju
Situbondo. Jalan bergelombang di Probolinggo ke Situbondo semakin parah, mungkin
kalau naik mobil pejabat guncangannya tidak akan terasa, tapi kalau naik motor
rakyat jelata, rasanya pengen misuh saja, dan memang kami berdua misuh-misuh
sepanjang jalan ketika melewati jalan berlubang dan bergelombang secara
tiba-tiba. Ealah cuk!
Sampai
di pusat Kabupaten Situbondo sekitar pukul 12.45, perut mulai terasa lapar dan
cari-cari tempat makan di pinggir jalan. Mata saya tertuju pada sebuah warung
makan di sebelah kiri jalan dan motor langsung saya belokkan masuk ke parkiran.
Awalnya saya mengira rumah makan ini adalah rumah makan biasa, ternyata rumah
makan ini adalah rumah makan yang sangat direkomendasikan di daerah Situbondo,
namanya Depot Kalasan. Disini kami memesan dua porsi ayam bakar dada beserta
nasi dan es teh ditambah satu paha ayam bakar, total semuanya Rp. 55.000,-.
|
Ayam bakar Depot Kalasan |
Setelah
kenyang, kami melanjutkan perjalanan menuju Taman Nasional Baluran. Sebelum
berangkat, kami menghubungi Pak Trihari untuk menyewa satu kamar di Wisma Rusa
selama dua malam, kami mendapatkan saran menginap di Wisma Rusa ini dari Mas
Papanpelangi. Dari Situbondo kota menuju Taman Nasional Baluran bisa ditempuh
selama 1 jam saja, 30 menit masih tampak rumah penduduk, 30 menit sisanya akan
memasuki hutan Baluran yang rasanya gak ada ujungnya, karena memang gak ada
ujungnya, kalau dilanjutkan ya tembus Banyuwangi.
Setelah
melalui jalanan yang gelombangnya semakin parah, selama 1 jam lebih, akhirnya
kami sampai di Taman Nasional Baluran sekitar pukul 2.30. Sampai disini kami
langsung menuju loket pembelian tiket. Untuk 2 orang dan 1 motor dalam 2 hari
(saya bilang akan 2 hari di dalam), menurut daftar tarif yang terpampang
seharusnya kami membayar 2 kali lipat, tapi ternyata hanya diminta membayar
tarif selama 1 hari. Disini 1 orang akan mendapatkan 2 karcis, yaitu karcis
Pengamatan Hidupan Liar dan karcis Taman Nasional Baluran untuk wisatawan
nusantara, ditambah karcis motor, total semuanya Rp. 35.000,-.
|
karcis roda 2 |
|
karcis Pengamatan Hidupan Liar |
|
Karcis masuk pengunjung |
|
peraturan selama berada di dalam Taman Nasional Baluran |
Penderitaan
kami tidak berhenti di jalanan Situbondo, bahkan setelah masuk taman nasional
kami masih disiksa dengan jalan makadam yang kurang ajar sekali. Dan jalan
makadam ini harus kami lalui selama 1 jam, padahal kan hanya 12km.
|
Jalan makadam menuju Savana Bekol (ini yang paling bagus) |
Yang
menarik ketika menuju Savana Bekol adalah kita akan melewati hutan Evergreen,
dan sesuai namanya, hutan ini akan selalu hijau dan terlihat basah walaupun
hutan di sekitarnya mengering. Analisa kami, di bawah hutan Evergreen terdapat
sumber air, terlihat dari tanahnya yang lembab, padahal hutan sebelum Evergreen
semuanya kering kerontang. Dan ketika lewat menjelang malam di hutan Evergreen,
jika beruntung kita akan menjumpai macan tutul yang sedang jalan-jalan gitu.
Sebenarnya saya bingung, bertemu macan tutul menjelang malam di hutan hujan
tropis yang tertutup itu bisa dibilang beruntung atau tidak. Udah, gak usah
dipikir.
|
Hutan Evergreen |
Sampai
di Savana Bekol sekitar pukul 15.20, kami langsung menuju pusat informasi untuk
konfirmasi pemesanan Wisma Rusa. Setelah mendapat kunci kamar, kami langsung
masuk kamar dan beristirahat sejenak, lalu mandi dan bersiap menunggu matahari
terbenam.
|
Sunset di Savana Bekol |
Wisma
Rusa ini sangat di luar harapan saya, saya kira tidak akan nyaman menginap di
homestay yang dibangun di tengah hutan taman nasional, nyatanya tidak. Wisma
Rusa ini termasuk homestay yang nyaman sekali, pertama masuk kamarnya wangi dan
tidak bau. Mungkin seperti homestay 50ribuan yang ada di perkotaan, hanya saja disini
tidak ada kipas angin dan Air Conditioner alias AC. Kami yang mudah berkeringat
harus membuka pintu agar angin dari lantai 2 bisa masuk ke kamar kami yang
tepat berada di depan tangga. Wisma Rusa ini seperti rumah berlantai 2 pada
umumnya, yang terdiri dari 7 kamar, 3 kamar di lantai bawah dan 4 kamar di
lantai atas, setiap lantai punya ruang tamu. Untuk kamar mandi ada 2 buah di
lantai bawah, jadi yang di lantai atas agak susah ya kalau sering-sering ke
kamar mandi. Kamar di lantai bawah dindingnya dari tembok semen, sedangkan
kamar di lantai atas berdindig kayu yang dilapisi anyaman bambu sedemikian
rupa. Untuk yang lebih menyukai ketenangan cocok tidur di lantai bawah,
sedangkan untuk yang menyukai hal yang berbau eksotisme alam akan sangat cocok
tidur di lantai atas. Kami sendiri memilih tidur di lantai bawah dengan
pertimbangan lebih dekat dengan kamar mandi.
|
Wisma Rusa tampak depan |
|
kamar yang kami tempati |
|
Ruang tamu lantai bawah |
|
ruang tamu lantai atas |
|
salah satu kamar di lantai atas |
Oh
iya, untuk makan setiap harinya, kami memesan di kantin yang terletak di
sebelah Wisma Rusa. Kantin Bekol ini cuma buka dari pukul 7 pagi sampai
menjelang maghrib, jadi untuk makan malam ya dimasaknya pada saat menjelang
maghrib itu. Listrik disini hanya menyala pada pukul 5 sore sampai pukul 10 malam, tidak ada
air minum yang disediakan, jadi kami membawa air minum sendiri yang kami beli di
Kantin Bekol.
Tanggal
4 Juli 2018, pukul 7 pagi, sesudah burung merak keluar sarang dan kerbau liar
sedang berkubang, kami mulai persiapan untuk menuju Pantai Bama. Jalanan menuju
pantai Bama masih sama seperti sebelumnya, semuanya batu. Tapi jalanan yang menyebalkan
tersebut terbayar oleh banyaknya Rusa yang berkeliaran, pemandangan yang indah,
dan sempat melihat burung Merak sebanyak 5 kali tetapi kabur sebelum saya
sempat mengeluarkan kamera. Duh!
|
Menuju pantai Bama |
|
Menuju pantai Bama |
|
Menuju Pantai Bama |
|
Menuju Pantai Bama |
Sampai
di pantai Bama, saya kecewa dengan pantai ini. Fasilitasnya memang lengkap, ada
toilet dengan shower untuk membersihkan diri sehabis berenang, ada kantin, ada
homestay, ada musholla, ada semacam tempat terbuka dengan lantai dan atap untuk
beristirahat. Tapi yang membuat saya kecewa adalah pantainya, biasa aja,
pasirnya gak halus, juga gak luas, malah area fasilitas umum dan parkirnya
lebih luas daripada area berpasirnya. Tapi tidak masalah, di sebelah kanan
pantai Bama ada hutan Mangrove yang masih lumayan liar lah ya.
|
Musholla di Pantai Bama |
|
Toilet |
|
Hutan Bakau |
|
Dermaga Hutan Bakau |
|
Pendopo untuk tempat istirahat dan berteduh |
|
Homestay di Pantai Bama |
|
Pasirnya dikit |
Puas
menikmati pantai Bama yang gitu-gitu aja, kami kembali menuju Savana Bekol
untuk sarapan di Kantin Bekol. Setelah sarapan, kami hunting foto di Savana Bekol
dan melihat kandang konservasi Banteng. Setelah agak siang menjelang duhur,
saya masuk kamar dan tidur, sedangkan bapak saya masih hunting foto. Cukup lama
saya tertidur, pukul 4 sore saya bangun dan kami jalan-jalan menuju Savana
Bekol untuk hunting foto matahari terbenam
|
Sunset lagi |
Menjelang
malam, kami kembali ke homestay dan tidur, karena besok kami akan menuju Taman
Nasional Bali Barat dan langsung kembali ke Gresik, perjalanan akan sangat
panjang karena perjalanan pulang kali ini kami berencana lewat jalur selatan
untuk mampir sebentar ke seorang kawan yang sedang kuliah di Jember.
Tanggal
5 juli, pukul 3 pagi, ketika ayam jantan belum membuka mata dan gerombolan Rusa
masih enggan keluar dari sarangnya, kami berkemas untuk keluar Taman Nasional
Baluran. Dari gerbang Baluran, ke Pelabuhan Ketapang tidak jauh, hanya sekitar setengah
jam perjalanan. Sampai di Pelabuhan Ketapang, kami langsung antri untuk naik
kapal.
Sampai
di Bali, kami disambut oleh gerimis yang lumayan deras karena memang langit
Pulau Bali pada saat itu sedang mendung. Keluar Pelabuhan Gilimanuk, gerimis
mulai reda. Dari pelabuhan Gilimanuk menuju loket tiket Taman Nasional Bali
Barat hanya ditempuh dalam waktu 15 menit saja. Karena kami tidak punya banyak
waktu, kami hanya mengunjungi penangkaran burung Jalak Bali yang terletak di
dekat gerbang masuk taman nasional.
|
Gerbang pertama Taman Nasional Bali Barat |
|
Gerbang ke- 2 Taman Nasional Bali Barat |
|
Penangkaran Jalak Bali |
Setelah
puas menikmati kicauan burung Jalak Bali, kami keluar taman nasional dan
langsung kembali ke Pelabuhan Gilimanuk untuk segera melanjutkan perjalanan
menuju Jember. Sampai di Pelabuhan Ketapang kami langsung belok kiri, gas
menuju Jember.
Sampai
Jember sekitar pukul 13.00 dan kami langsung bertemu dengan teman saya,
Manggala, untuk makan bersama di Warung SS Jember. Tepat pukul 14.00 kami
diantar Manggala sampai keluar kota Jember, dan kami melanjutkan perjalanan
panjang pulang ke Gresik. Oh iya, jalanan di jalur selatan Jawa Timur ini lebih
mulus daripada jalur pantura, pantas saja banyak bis menuju Banyuwangi yang
lebih memilih jalur Jember daripada jalur Situbondo. Saya sendiri pernah
touring melewati jalur Gresik – Jember ini, tetapi sudah 4 tahun yang lalu,
perjalanan pulang ini seperti nostalgia bagi saya ketika teringat kembali
perjalanan tengah malam melewati Jatiroto yang terkenal begalnya.
Alhamdulillah,
kami sampai di Gresik sekitar pukul 20.00 dengan selamat.
Beruntung
tahun ini saya mengunjungi tempat yang belum pernah saya kunjungi dan melakukan
hal yang belum pernah saya lakukan sebelumnya. Teringat sebuah kutipan
“setidaknya setahun sekali, kunjungilah tempat yang belum pernah kamu kunjungi
dan lakukanlah hal yang belum pernah kamu lakukan sebelumnya”, saya tidak ingat
itu kutipan siapa, yang jelas saya berusaha memegang kutipan itu sebagai bagian
dari prinsip hidup saya. Sedangkan bagi bapak saya, “usia tua bukan berarti
harus berdiam diri di rumah dan bermain dengan cucu yang lucu-lucu sepanjang waktu, usia itu hanyalah
angka, yang harus diisi dengan petualangan untuk melihat dunia”
“remember
my friend, impossible is an invitation”