Setelah turun dari Gn. Prau, malam harinya kami mendiskusikan perjalanan untuk keesokan harinya sebelum kembali ke kota masing-masing.
Saya yang masi setengah sadar hanya mendengarkan tanpa mencerna secara jernih pembicaraan teman-teman yang lain. Malam itu Mas Muhajir menawarkan rencana melihat Sunrise di Sikunir, saya yang setengah sadar hanya mengiyakan saja.
Setelah itu Mas Rifqy bertanya kepada saya, kira-kira keberatan atau tidak apabila pulangnya agak siang. Sayapun hanya menjawab " Gak masalah Mas ". Setelah melalui diskusi untuk perjalanan besok, satu persatu dari kamipun pergi meninggalkan homestay.
Saya, lagi-lagi sedang dalam keadaan setegah sadar berpikir sambil bertanya ke diri sendiri " Masa iya, besok itu balik habis maghrib, kok jam 3 ya berangkat ke Sikunir ". Alih-alih karena penasaran sayapun bertanya ke Mas Rendra dan Mas Eko "Mas sebenernya kita ini besok berangkat jam berapa sih ? kok jam 3 ya, apa gak kesorean ya "
Barulah serentak Mas Rendra dan Mas Eko menjawab " Lidia, besok ini kita sunrise nah siap-siapnya jam 2 pagi, intinya jam 3 pagi kita harus sudah sampai di Sikunir, bukan jam 3 sore, ingat kita ini mau sunrise bukan sunset " .
Setelah digertak bersamaan, barulah saya tersadar dan sedikit malu. Karena saya masih dalam keadaan setengah sadar, merekapun jadi suka mengejek saya dengan celetukan " Cuma Lidia yang sunrise jam 3 sore, maklum dia gak tinggal di Indonesia ". Karena guyonan itu, akhirnya kami semua tertawa.
Setelah tertawa dan saling bercerita, kami berangkat tidur ke kamar masing-masing. Sambil saling melempar candaan kepada saya "Ingat ya, Lidia gak usah dibangunin, dia sunrisenya jam 3 sore ". Baiklah saya mengalah.
Jam 2 Pagi, penghuni homestay sudah mulai ramai dan berisik. Akhirnya sayapun terbangun dan bersiap-siap. Kira-kira jam 3 pas kami berangkat menuju Sikunir. Jalanan menuju Sikunir ini gelap tapi tidak sepi karena banyak mobil dan bus mini melewati jalanan ini. Setibanya di area pedesaan menuju Sikunir barulah terlihat kemacetan jalanan, beberapa mobil dan bus mini sudah antri menuju Sikunir.
Untuk masuk ke Sikunir ini, perorang dikenai tarif sebesar Rp.10.000. Saya menyarankan agar datang lebih pagi, karena parkiran kendaraan belum terlalu penuh dan tidak perlu jalan terlalu jauh dari start menuju Sikunir.
Kami tiba di Sikunir tepat pukul 3:30 Wib pagi. Karena masi terlalu malam, akhirnya kami memutuskan untuk berdiam diri di dalam mobil sedangkan Mas Rifqy dan Mas Muhajir sudah keluar mobil terlebih dahulu. Setelah jam 4:00 Wib barulah kami keluar dari mobil dan bersiap menuju puncak Sikunir.
Perjalanan ke Puncak Sikunir membutuhkan waktu kurang lebih sekitar 30 Menit. Sebelum masuk ke penanjakan, disebelah kanan dan kiri tampak banyak pedagang berjualan camilan, ada gorengan, bubur manis, cilok dan oleh-oleh khas Wonosobo.
Saya sempat lapar dan ingin membeli gorengan, namun niat itu saya buang jauh-jauh karena masi terlalu pagi dan tidak baik mengonsumsi gorengan di pagi hari.
Kondisi jalanan menuju Puncak Sikunir ini terus menanjak, tapi jalanannya sudah diberi pegangan dan layaknya berjalan di tangga. Tapi tetap harus berhati-hati karena jalanan agak basah.
Karena saya datang pada hari Minggu, tentu Sikunir ini makin ramai. Saya melangkahkan kaki secara perlahan, karena jalanan di depan saya cukup antri, jadi harus bersabar. Setelah melalui beberapa anakan tangga, kami berhenti sambil mengatur nafas masing-masing. Karena dirasa cukup istirahatnya, perjalananpun kami lanjutkan.
Setibanya di Pos Pertama, Mas Muhajir menyarankan agar berhenti saja. Apabila nantinya kondisi sudah cerah, barulah disarankan untuk naik lebih ke atas. Waktu itu kabut begitu pekat, tapi tidak sampai menganggu jarak pandang.
Sambil menunggu, kami semua saling bercerita, terkecuali Mba Fikha, karena Mba Fikha sedang tidur dalam keadaan berdiri.
Setelah banyak bercerita kira-kira satu jam, akhirnya kami memutuskan untuk turun. Karena melihat kondisi kabut makin pekat dan matahari tak kunjung keluar.
Mas Rifqy, Mba Fikha, Mas Adi dan Mba Eka turun lebih awal. Sayapun bersama Mas Eko dan Mas Rendra masih sibuk mengeluarkan kamera masing-masing sambil memotret beberapa kabut yang ada di Sikunir.
Saat saya turun, jalananpun makin terlihat padat dan macet. Jalanan semakin lincin dan sayapun harus berhati-hati. Pengunjung Sikunir ini tak kenal usia, mulai dari Ibu-ibu tua hingga anak-anak gaul ada semua di sana, untuk mengabadikan Pagi di Sikunir.
Saya terus berjalan menurun sambil menyanyi bersama Mas Eko dan Mas Rendra. Kira-kira begini liriknya
Kuingin marah, tak dapat cerah sudah bangun jam 2 ( Pakai nada single " Kecewa" BCL)
Kira-kira sedikit lagi sudah sampai diturunan menuju parkiran. Saya melihat matahari muncul, sambil sedikit menyesal kenapa tidak menunggu atau sabar terlebih dahulu. Lalu Mas Muhajir bilang kepada kami " Ah itu di atas masi kabut ". Ya sudah, kamipun pasrah semoga lain waktu bisa tepat.
Saya, Mas Eko dan Mas Rendra mengabadikan moment matahari muncul di Sikunir. Saya berpikir mungkin matahari ini ingin disemangati agar ia mau muncul dan tersenyum untuk pagi di Sikunir.
Setelah puas berfoto dan cuaca makin cerah, sayapun turun sambil melihat pertunjukan musik di Sikunir sekaligus menyantap bubur manis.
Sambil berjalan, kami bertemu dengan yang lainnya. Karena perut kami makin lapar, akhirnya Mas Adi, Mas Rifqy dan Mas Rendra pergi membeli gorengan untuk kami makan bersama. Sambil menyatap gorengan, Mas Muhajir menawarkan kami untuk berfoto di depan tulisan SIKUNIR. Karena belum terlalu ramai, akhirnya kami befoto bersama. Setelah berfoto bersama perjalanan kami lanjutkan menuju danau kecebong, yang letaknya masi satu area dengan Sikunir.