Awalnya saya iseng, dan tercelutuk obrolan soal perjalanan. Dari obrolan perjalanan tersebut, keluarlah keinginan-keinginan naik kereta. Saya punya teman kebetulan dia berasal dari kota Bima, Nusa Tenggara Barat. Dia bercerita bahwa selama hidupnya ia tidak pernah naik kereta api sama sekali, padahal ia sudah 4 tahun tinggal di Jogja.
Akhirnya melalui pertimbangan yang singkat, saya mengajak Sidah untuk naik kereta. Saya berpikiran untuk mengajaknya ke kota Solo, karena harga tiketnya yang murah, dan tidak perlu menginap. Jadi, kami melakukan perjalanan singkat di Solo selama 1 hari, dan sorenya kami balik ke Yogyakarta lagi.
Sehari sebelum keberangkatan sidah sudah berpesan, “ Mol pokok aku manut kamu aja loh ya, semuanya yang nentuin kamu loh, aku gatau apa-apa ‘’. Dengan cepat saya membalas, “ beres deh santai ‘’. Malam harinya saya memikirkan rute perjalanan untuk besok, di kepala saya sudah banyak tempat yang ingin saya tuju.
Pagi harinya kami berkumpul jam set 7 pagi, namun sebelumnya saya sengaja bilang agar kumpul jam 6 pagi, hal ini untuk mengantisipasi tertinggal kereta atau bangun kesiangan. Setelah berkumpul saya dan teman-teman lainnya bersiap berangkat menuju stasiun. Begitu juga Mbak Nana ( Pink Traveller), kami sudah saling kontak dan bertemu di Stasiun Lempuyangan.
Stasiun Lempuyangan |
Jam 7 kurang kami sudah tiba di Stasiun Lempuyangan. Setelah melakukan chek in, kami masuk dan menunggu datangnya kereta. Saat kereta datang, saya sudah siap dan masuk ke dalam gerbong, dengan aura yang uyel-uyelan dan berdiri, saya jadi ketawa sendiri dan menikmati perjalanan. Saat berangkat kami tidak mendapatkan kursi kosong, dan akhirnya saya, Mbak Na, dan 2 teman saya berdiri, sedangkan sidah dia mendapatkan kursi. Batin saya “ ah syukurlah kalau begitu semoga menjadi moment yang baik di awal naik kereta api ‘’.
Kurang lebih 45 menit saya berdiri, setibanya di Stasiun Purwosari, para penumpang mulai turun. Beberapa kursi sudah mulai kosong, akhirnya saya bisa duduk walau hanya sebentar, karena Stasiun Solo Balapan merupakan tujuan akhir saya.
Tiba di Solo Balapan, Mbak Na langsung memesan taxi online, dengan perasaan agak cemas karena posisi kami masi dekat dengan stasiun, akhirnya kami dibentak-bentak oleh supir taxi konvensional. Dan berujung kami agak berjalan jauh sedikit dari Stasiun Solo Balapan.
Tujuan awal saya adalah mengunjungi Pasar Gede. Karena Pasar Gede sendiri letaknya tidak terlalu jauh dari Stasiun Solo Balapan, sekitar 2 km. Tiba di pasar Gede, saya sangat antusias dan langsung berfoto di depan bangunan Pasar Gede. Pasar Gede sendiri letaknya di daerah Jl. Jend. Urip Sumoharjo.
Saya selalu suka dengan bangunan di sekitar Pasar Gede. Bangunan kuno-kuno ini selalu memanjakan mata saya. Masuk ke area Pasar Gede, saya langsung mampir ke tempat jajanan pasar, setelah memilih, saya memutuskan untuk membeli timus. Timus merupakan jajanan yang terbuat dari ubi yang sudah dilumatkan lalu di dalamnya diisi coklat, sehingga setelah melalui proses penggorengan, coklat di dalam timus akan meleleh. Jajanan di Pasar Gede rata-rata dibandrol dari harga Rp.1.500. Timus sendiri rasanya manis, tapi menurut saya sih lebih enak disajikan saat dalam keadaan panas, jadi lumer coklatnya terasa.
Aneka jajanan pasar |
Selanjutnya saya pindah ke penjual lenjongan. Lenjongan merupakan campuran aneka jajan pasar yang isinya terdiri dari gethuk, cenil, kelepon dan lainnya. Selanjutnya bagian atasnya ditaburi parutan kelapa dan diberi gula merah, perporsinya dipatok dengan harga Rp. 5000.
Lenjogan |
Dari lenjongan, saya mampir ke pecel ndeso. Pecel ndeso ini menurut saya unik, karena bumbu pecelnya sendiri bukan terbuat dari kacang, melainkan dari wijen. Dan bumbu pecelnya pun berwarna hitam. Dua teman saya memesan pecel ndeso, Famus memesan pecel ndeso dengan isi bihun dan mie, sedangkan Sidah memesan pecel ndeso dengan isi nasi merah. Saat di pecel ndeso ternyata ada menu lain yang dijual yaitu brambangan asem. Brambangan asem sendiri merupakan makanan yang berisi sayuran berupa kangkung ( kalau gak salah) dan dibumbui bumbu manis-manis, selanjutnya diberi tempe mendoan. Untuk harga perporsinya semuanya ini dipatok seharga Rp. 5000.
dua teman saya sedang memesan pecel ndeso |
Pecel Ndeso tanpa nasi |
Brambangan Asem |
Setelah membeli beberapa makanan, tidak afdol rasanya kalau belum minum es dawet. Saya mampir ke es dawet milik bu Pon. Es dawet ini seperti es dawet pada umumnya. Yang membedakan adalah es dawet ini diberi selasih. Mungkin selasih inilah yang membuat rasa es dawet lebih segar. Semangkok es dawet ini di hargai Rp.6000.
Es dawet selasih Bu Pon |
Setelah memesan es dawet, waktunya saya mencoba beberapa menu makanan yang telah dibeli. Awal saya mencoba es dawet, es dawet sendiri porsinya kecil, menurut saya rasanya tidak terlalu manis, karena ada selasihnya, selasih ini membuat es dawet semakin segar, ditambah ketan hitamnya yang enak.
Selanjutnya saya mencoba brambangan asem. Brambangan asem sendiri isinya terdiri dari sayuran dan mendoan, lalu disiram saus manis pedas. Untuk pecel ndesonya saya mencoba yang isinya bihun dan mie kuning, menurut saya sih untuk mienya kurang enak seperti sudah terlalu lama, untuk sayuran yang telah disiram bumbu pecel rasanya enak. Awalnya saya mengira bumbu pecel dari wijen ini rasanya akan aneh di lidah, ternyata tidak.
Sebelum pulang tak lupa saya mencoba minuman yaitu gempol pleret, isi gempol pleret sendiri ini terdiri dari kuah santan, ketan putih dan potongan dari serabi. Rasanya siang-siang seperti ini nikmat kalau minum es gempol pleret, buat yang tidak terlalu suka manis, boleh mencoba gempol pleret yang di jual oleh Ibu Yani. Perporsinya di beri harga Rp. 5000, mau mencoba ? sempatkan mampir saja ke Pasar Gede.
Setelah makan dan minum, saya memotret area Pasar Gede dan melakukan perjalanan selanjutnya.
Jadi, kalian pernah jajan apa waktu ke Pasar Gede ?
Bisa tonton selengkapnya di video ini
Jadi, kalian pernah jajan apa waktu ke Pasar Gede ?